Sekitar awal abad ke-21, kelahiranku menambah populasi bumi. Rumah itu awalnya sepi. Ramai pun membujuk sepi untuk pergi. Sepi terpaksa pergi.
Sepi adalah keheningan. Ramai itu adalah aku. Manusia kecil yang baru terlahir sebagai hadiah di salah satu rumah. Hening, tangis, celoteh, dan tawaku, menemani hidup sepasang suami istri yang baru pertama kali menjadi orang tua.
Aku disayang dan dicinta bagai permata. Anak perempuan pertama dan cucu pertama, itulah predikat yang ditakdirkan untukku di dunia. Waktu itu, aku belum tahu apa-apa. Hanya melihat bapak ibu saja sudah bahagia. Tak pernah kurasakan beban di pundakku yang kecil.
Dipeluk bahagia, dikasih makan bahagia, dininabobokan bahagia, semuanya bahagia. Kecuali satu, ditinggal. Bayi kan gitu. Ditinggal sebentar saja sudah menangis.
Rajinnya bapakku tak perlu ditanyakan. Sepertinya ada kesenangan tersendiri saat bersih-bersih. Bisa masak juga, tapi lebih sering ibuku.
Waktu itu aku tinggal di rumah simbah. Banyak kenangan yang terabadikan dalam foto. Dilihat dan diingat kembali, keberuntungan tampaknya menghiasi masa kecilku.
Semua orang terlihat saling menyayangi dan mencintai. Alam pun begitu selaras, tenang, banyak pepohonan, namun bukan pelosok. Cukup dekat jika ingin pergi ke kota.
Beranjak masuk taman kanak-kanak, adaptasi harus dilakukan lagi karena pindah rumah. Tapi tidak terlalu sulit karena semuanya masih di desa yang sama. Jaraknya pun kurang dari 1 km dari rumah simbah. Intinya hidupku masih dekat-dekat saja. Belum jauh kemana-mana.
Salah satu memori berharga yang masih membekas untuk diingat, bapakku pernah pulang merantau dari luar negeri. Saat itu, aku kaget karena ia membawa sebuah karung. Karung itu ternyata berisi tumpukan jajanan yang tingginya separuh orang dewasa. Selain belajar dan bermain, duniaku isinya jajan.
Aku juga sering main peri-perian sama orang tuaku. Aku punya tongkatnya warna pink. Bisa nyala. Bagus banget. Apalagi sambil nonton film barbie.
Masalah liburan juga tak perlu diragukan. Bapakku tipe yang senang membawaku dan ibuku jalan-jalan saat tiba waktunya. Naik motor melintasi kota, menjelajahi tempat wisata dari pagi hingga menjelang sore. Adapun aku yang sampai rumah tertidur di motor, di tengah-tengah bapak ibu. Kepalaku bersender di punggung bapak, tangan ibu melindungi badanku kalau-kalau jatuh di jalan.
Simbah dan adik ibuku juga sama. Aku sering diajaknya kemana-mana. Tak ada seharipun kenangan yang tak indah. Mungkin ada, tapi tidak berarti apa-apa dibandingkan semua momen indah yang telah dibuat.
Selain kisah di atas, masih banyak hal-hal besar maupun kecil yang sangat berharga. Tapi aku memilih untuk menyimpannya sendiri.
Kasih sayang yang begitu banyaknya bertahun-tahun tidak akan cukup semuanya kalau ditulis. Itu pun ada memori yang aku lupakan seiring bertambahnya usia.
Menyadari ini, aku bersyukur ternyata selama puluhan tahun aku hidup, Allah SWT mengirimkan keluarga yang begitu menyayangiku.
Jangan tanya bagaimana hidupku setelah beranjak dewasa. Tidak seindah masa kecil tapi tetap bersyukur atas semua hal yang aku miliki sampai detik ini.
Aku sedang mengusahakan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Pribadi yang pantas menerima dan mampu memberi kasih sayang kepada orang-orang yang aku sayangi.
Saat aku memutuskan untuk menuliskan hal-hal indah di atas, kuharap aku kembali menarik energi positif. Kenapa? Ya, saat ini hidupku sedang diliputi energi negatif.
Siapapun yang membaca, aku hanya ingin jujur pada diriku sendiri. Dalam keadaan yang begitu sulit, aku menuliskan dua halaman kisah kecilku sambil menangis. Terharu, rindu, bahagia, sedih, dan termotivasi bercampur jadi satu.
Detik ini juga aku bangkit kembali, meneruskan jalur yang sudah mengabur, mengejar mimpi yang belum tercapai, dan menepati janji untuk diri sendiri.
Aku percaya hidup ini indah. Penuh dengan keajaiban.
Aku nulis ini sambil gemetar sedikit. Mungkin ini adalah efek dari obat-obatan. Ya, aku memang…
Persahabatan adalah permata yang menghiasi keseharian. Membuatmu tak merasa sendirian, maupun takut kesepian. Di masa…
Hidup ini bisa membosankan kalau tidak ada perbedaan kegiatan. Kamu yang memiliki setumpuk pekerjaan kantoran,…
Rinduku pada diriku yang dulu tidak pernah memupus. Semua hal yang kulakukan selaras dan teratur.…
Uang bukan nomor satu, tapi untuk memenuhi kebutuhan hidup kita butuh uang. Ada orang yang…