Hujan

Hujan, aku sebenarnya kasihan. Engkau selalu berjatuhan. Terlempar dari langit, mendarat di tanah, hingga mengalir dari aspal menuju selokan yang penuh dengan kegelapan.

Di masa kecil, hujan-hujanan menjadi kesukaan. Bermain ciprat-cipratan sangat mengasyikkan. Mandi-mandian, cuci-cucian, sampai teras rumah jadi markas seluncuran.

Engkau identik dengan suhu yang dingin. Beranjak dari tempat tidurpun aku tak ingin. Sebab dinginmu menyamankan tidurku. Menyelamatkan selimutku dari debu. Selama musim panas dicampakkanku.

Seiring berjalannya waktu, hujan tak selalu jadi kesukaanku. Mau pergi susah. Membuatku basah dari atas sampai bawah. Memang ada jas hujan, tapi tetap saja buat kewalahan. Pakai pakaian dobel tak selalu menyenangkan.

Hanya ribet di perjalanannya saja yang tak disuka. Selebihnya, aku suka. Udara sejuknya kusuka. Berkaca di atas genangan air juga kusuka. Pun saat hujan hadir membawakan kenangan adalah yang paling kusuka.

Kenangan yang berbeda-beda ada di setiap periode hujan. Ada saat dimana aku sedang pusing dengan ulangan. Ada saat aku sedang jalan-jalan sendirian. Ada juga saat aku hujan-hujanan bersama saudara kesayangan. Tentu masih ada banyaknya memori yang mungkin terlupakan.

Di balik itu semua, kekagumanku pada hujan tak terelakkan. Begitu banyaknya manfaat untuk bumi yang kau berikan.

Tetesmu harus jatuh untuk membuat banyak hal tumbuh. Kau harus bersama mendung agar awan yang cerah dan pelangi yang indah dapat berlabuh.

Terimalah kasihku, hujan. Kau memberiku harapan kehidupan.